PUBLIKANews.ID – Rapat Pleno Persatuan Wartawan Indonesia atau PWI Pusat menunjuk Ketua Bidang Organisasi Zulmansyah Sekedang sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PWI Pusat.
Nama Zulmansyah menggantikan Ketua Umum Hendry Ch Bangun yang sebelumnya diberhentikan secara penuh dari keanggotaan PWI oleh Dewan Kehormatan PWI Pusat pada 16 Juli 2024.
Zulmansyah mengatakan, salah satu tugasnya sebagai Plt Ketua Umum anrara lain menggelar Kongres Luar Biasa atau (KLB). Agenda kongres itu dilaksanakan untuk memilih ketua umum definitif paling lambat enam bulan sejak penunjukan Zulmansyah.
Dia mengungkapkan, perlu berkoordinasi dengan jajaran PWI seluruh Indonesia sebelum menggelar KLB. “Diharapkan secepat-cepatnya dilakukan,” katanya kepada wartawan (24/07/2024).
Selain itu, sebagai Plt Ketua Umum PWI Pusat, Zulmansyah diperintahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan Kantor PWI Pusat guna menjalankan tugas-tugas organisasi.
Terpisah, Kuasa Hukum dari Hendry Ch Bangun, HMU Kurniadi menolak penunjukkan Zulmansyah Sekedang sebagai Plt Ketua Umum PWI Pusat. Menurut dia, penetapan itu tidak sah karena Zulmansyah sudah diberhentikan secara tidak hormat.
Ia mengklaim, Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat itu telah diberhentikan sejak 23 Juli 2024. Pemberhentian itu, katanya, berdasarkan Keputusan Pengurus Pusat Nomor 218-PLP/PP-PWI/2024.
Kurniadi mengatakan, bahwa pihaknya tidak akan mengakui pelaksanaan KLB yang dibentuk oleh Zulmansyah Sekedang nanti. Ia juga telah melaporkan beberapa pihak yang terlibat ke aparat penegak hukum
Tuduhan dalam laporan itu, ujar Kurniadi, adalah pemalsuan surat keputusan. “Teman-teman pengurus pusat telah membuat laporan ke Polda Metro Jaya dan laporan Bang Hendry ke Bareskrim terhadap keputusan Dewan Kehormatan,” ujarnya, seperti dilansir dari Antara.
Merespons itu, Zulmansyah mengatakan pemberhentiannya oleh seseorang yang sudah dipecat berdasarkan keputusan Dewan Kehormatan adalah tidak sah. Ia mengungkapkan, sudah mengingatkan Hendry Ch Bangun untuk tidak lagi menandatangani surat apa pun.
“Karena dia (Hendry) sudah diberhentikan sebagai anggota PWI. Itu berpotensi pidana,” ucap Zulmansyah.
Sebagaimana diketahui publik dan viral Ketum PWI Pusat Hendry Ch. Bangun bersama Sekretaris Jenderal Sayid Iskandarsyah, Wabendum M.Ihsan, dan Direktur UKM Syarif Hidayatullah terkena kasus dugaan Korupsi dan atau penggelapan dana bantuan/CSR/sponsorship Kementerian BUMN untuk pelaksanaan UKW (Uji Kompetensi Wartawan) senilai Rp2,9 miliar dari total Rp6 miliar.
Kasus ini pertama kali di buka Ketua Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat, Sasongko Tedjo dan Bendum PWI Pusat Martin Slamet. Kemudian pada 16 April 2024, DK memberikan Sanksi Organisasi terhadap Hendry Ch. Bangun berupa Peringatan Keras dan pengembalian uang yang dikuasai secara tidak sah Rp1,7 miliar selama 30 hari.
Sementara Sekjen, Sayid Iskandarsyah, Wabendum M.Ihsan, dan Direktur UKM Syarif Hidayatullah direkomendasikan dipecat. Keputusan DK didukung Dewan Penasehat (DP) PWI Pusat.
“Jadi apapun keputusan Ketua Umum dan Sekjen PWI Pusat adalah cacat hukum. Dengan tidak dilaksanakannya rekomendasi DK PWI Pusat berupa pemberhentian Sekjen, Wabendum, dan Direktur UKM yang berakhir 16 Mei 2024, sejak itu kepengurusan Hendry Ch.Bangun terkait PWI sudah cacat hukum,” tegas Jusuf Rizal, pria berdarah Madura-Batak Presiden LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) itu.
Bukankah Hendy Ch.Bangun dan Sayid Iskandarsyah melakukan somasi atas keputusan DK? Itu sah-sah saja. Tapi fakta adanya pelanggaran konstitusi organisasi PWI jelas terang benderang dan tak terbantahkan.
Ada sejumlah kebohongan Hendry dan Sayid antara lain:
Pertama, ada pencairan dana Cash Back Rp.1.000.080.000,- (Rp 1 miliar) untuk oknum BUMN berinisial G. Faktanya itu bohong. Tidak ada oknum BUMN yang meminta dan menerima itu.
Kedua, ada tanda terima Rp540 juta dana Cash Back pertama dari Oknum BUMN berisial G. Dugaan itu ditandatangani Sekjen Sayid Iskandarsyah. Ini masuk pelanggaran hukum baru, pemalsuan dan pencatutan.
Ketiga, pengeluaran dana berupa cheque tanpa tanda tangan pemilik otoritas, Bendahara Umum Martin Slamet, sesuai Pasal 12 dan 14 Peraturan Rumah Tangga PWI. Ini melanggar konstitusi.
Keempat, mengeluarkan dana marketing fee dari bantuan dana UKW BUMN atas instruksi Presiden Jokowi ke Menteri BUMN, Erick Thohir senilai Rp 691 juta ke Direktur UKM, Syarif Hidayatullah. Padahal tidak ada aktivitas marketing. Bohong lagi.
Kelima, Hendry dan Sayid ketika ditanya Ketua PWI Jabar, Hilman Hidayat dalam Zoom meeting yang diikuti PWI Daerah, apakah Hendry dan Sayid mengambil dana bantuan UKW dari BUMN untuk kepentingan pribadi? Dijawab tidak. Bohong lagi.
Faktanya Hendry mengembalikan dana Rp1.000.080.000,- dan Sayid senilai Rp540 juta. Tinggal Direktur UKM, Syarif Hidayatullah yang belum mengembalikan Rp691 juta. Jika tidak ambil duit kenapa ada pengembalian?
Jadi, menurut Jusuf Rizal, penggiat anti-korupsi itu, keputusan DK PWI Pusat sudah memenuhi standar adanya pelanggaran konstitusi organisasi. Namun jika Hendry dan Sayid keberatan, maka mereka harus melakukan pembelaan diri atau mempertanggungjawabkan kebenaran yang diyakini ke Kongres Luar Biasa (KLB). Bukan melalui somasi.
“Jadi IJW menilai kepengurusan PWI Pusat sudah tidak efektif lagi. Ini harusnya menjadi perhatian dari pemberi mandat (PWI Daerah) untuk mendorong pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) guna meminta pertanggungjawaban. Karena tanpa melalui forum tertinggi itu, Hendry Ch.Bangun ngotot merasa tidak ada yang dilanggar,” tegas Jusuf Rizal penggiat anti-korupsi itu.
Semestinya Hendry Ch. Bangun fokus menyelesaikan masalah dugaan korupsi dan atau penggelapan dana bantuan BUMN yang merusak citra dan wibawa PWI ketimbang membuat manuver mau kukuhkan Lembaga Konsultasi Bantuan Penegak Hukum (LKBPH) PWI Pusat.(**)